Malam kedua puluh sejak pertama
kali burung hantu itu datang, ia masih menunggu, berdiri di depan jendela
kamarnya yang terbuka, berharap nanti jika burung itu datang, ia tak perlu
menabrak jendela yang terbuat dari kayu itu.
Pesan itu datang pertama kali dua
puluh hari yang lalu. Saat ia akan beranjak ke tempat tidurnya, tiba-tiba
burung hantu itu datang, seperti di serial Harry Potter favoritnya, burung itu
datang untuk menyampaikan pesan. Ia tak tahu, angin apa yang membawa burung itu
kemari, biasanya tak pernah ada yang datang selarut ini. Ketika pesan itu
dibaca, keterkejutannya bertambah, si pengirim juga bukan orang yang ia
bayangkan akan mengirimkan burung hantu selarut itu.
Balas membalas pesan berlanjut. Si
burung hantu terus-menerus datang ketempatnya. Ia hafal burung itu akan datang
setelah langit benar-benar berubah menjadi gelap. Pesan yang dikirim selalu sama, tak pernah
panjang, namun selalu membuatnya terkesan, singkat tapi melekat. Pesan yang
membuatnya tidur dengan senyum mengembang dan terbangun dengan semangat luar
biasa. Walau selalu berfikir kalau pesan
itu salah alamat, tak bisa dipungkiri ia selalu menunggu kedatangan pesan-pesan
selanjutnya.
Ia jadi mencandu. Setiap malam
sebelum tidur, ia selalu berdiri di depan jendela kamarnya. Membiarkannya
terbuka, agar ketika burung hantu datang, burung itu tak perlu mematukkan
paruhnya ke jendela, agar ia bisa cepat-cepat membalas pesan yang datang.
Lima belas, enam belas, tujuh
belas................
Pesan terakhir datang pada malam
ke lima belas. Datang tiba-tiba, menghilang juga tiba-tiba. Ia tak berburuk
sangka, seperti menjadi ritual, ia tetap menunggu di depan jendela kamarnya
yang terbuka. Angin sepoi yang tiap malam terasa makin kencang setia menemani
penantiannya. Setiap malam pula berakhir dengan ia yang tertidur meringkuk di
depan jendela. Hati kecilnya sadar kalau yang dilakukannya sia-sia, tapi dasar,
sifatnya yang keras kepala membuatnya terus berada disitu.
Malam ini, ia bertekad tak lagi
tidur meringkuk di depan jendela. Ia tak ingin membuka jendelanya dan
membiarkan angin masuk kedalamnya. Ia sadar, bukan salah pengirim yang tak lagi
datang, ia yang terlalu berharap pada pesan itu. Ia sadar, dugaannya selama ini
benar, pesan itu salah alamat. Kini, saat alamatnya sudah di revisi, surat itu
tak pernah muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar