"Hai, Na!'
Aku terhenyak.
Ia kembali
Entah apa yang membuatnya datang lagi.
Apa mungkin ia sudah bisa mengatasi rasa sakitnya? Aku tak tahu pasti.
Aku masih ingat terakhir kali kami bertemu, waktu itu aku bahkan tak berani menatap matanya. Karena waktu itu, mata itu tak lagi memancarkan sinarnya, seperti yang selalu menjadi favoritku.
Matanya memancarkan luka. Luka yang diberikan kota ini. Luka yang diberikan orang-orang yang ia percaya. Luka yang aku beri.
Jika waktu itu tak ada luka yang ia dapat, apakah kami akan baik-baik saja?
ihiii buat aku ta itu? -nana
BalasHapus