Senin, 18 April 2022

00.22

 

Kamu tiba-tiba muncul lagi dalam pikiranku. Awalnya karena gambarmu yang muncul dalam linimasa media sosialku. Kemudian memori tentangmu seperti berputar di kepalaku.

Aku mungkin merindukanmu. Entah apakah aku merindukan sosokmu ataukah rangkaian kejadian di hidupku bersama kamu di dalamnya pun juga kombinasi diantara keduanya.

Seharusnya rindu yang mungkin muncul ini bisa saja segera diatasi. Aku seharusnya bisa segera mengetikkan pesan untukmu. Mengatakan bahwa aku rindu dan ingin sekali bertemu denganmu (atau jika memungkinkan menelusuri lagi memori terdahulu bersamamu).

Nyatanya sampai saat ini aku tak punya nyali. Aku selalu menjadi pengecut. Jika dulu aku membiarkanmu pergi karena ketakutanku. Kini aku bahkan tak berani mengambil langkah dahulu untuk menyapamu.

Seperti pencuri yang tertangkap basah sedang mencuri. Aku malu karena semua berawal dari kesalahanku. Tidak mungkin bukan tiba-tiba aku memanggilmu kembali setelah menyuruhmu pergi?

Tapi harusnya aku tidak peduli. Harusnya aku membuang rasa maluku jauh-jauh. Karena kamu tahu, rasa rindu yang bercampur penyesalah dan rasa bersalah ini menyiksa. Sesak sekali rasanya merindukan orang yang sudah kau lepas bertahun lamanya.


Surabaya, 10 April 2022

00.22 WIB

Senin, 21 Maret 2022

Holding Hands: Episode 3


Aku menggesek-gesekkan tanganku, berharap bahwa gesekkan diantara kedua telapak tanganku mampu menimbulkan kehangatan. Tapi seberapa besar sih pengaruhnya dari menggesekkan tangan? Seberapa lama kehangatan yang muncul akan bertahan supaya aku tak kedinginan? 


Kami sedang duduk di pinggir bukit untuk menunggu matahari terbit. Kali ini sekalipun tidak tahan terhadap dingin, aku tidak merasa keberatan untuk pergi ke atas bukit pagi-pagi buta untuk melihat sunrise. Aku menyukai matahari (kecuali matahari jam 12 siang) dan rela menunggu matahari terbit ataupun tenggelam. Pun kapan lagi menghabiskan waktu-waktu terakhirmu dengan teman-teman SMA mu ditemani pemandangan yang indah? 


“Gini doang masa dingin sih?” ujarnya yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku. 

“Sst.. udah deh diem aja.” balasku sewot sambil tetap menggosok-gosok tanganku. 

“Eehhh..” aku terkejut karena ia tiba-tiba menarik tanganku. “Aduh iya dingin banget ternyata tangannya” ia menggenggam telapak tanganku, membungkusnya dengan kepalan tangannya. Sebenarnya, suhu diatas bukit ini tidak terlalu dingin, hanya saja sedari dulu aku memang tidak pernah tahan dengan suhu rendah. Makanya, tanganku sudah terasa akan membeku sekalipun suhu udara hanya menunjukkan dua belas derajat celcius. 


Keterkejutanku tidak berhenti sampai disitu. Tanganku yang tadi dikungkung dengan kepalan tangannya kini dibawanya masuk ke dalam saku jaketnya. 


Deg… tiga kali dalam tiga tahun. Kembali detak jantungku meningkat. Aku berusaha mengendalikan diri dengan menarik nafasku. Sebenarnya kejadian seperti ini bukan suatu kejadian baru. Di kelas, aku sering memasukkan tanganku ke dalam jaketnya ketika tiba-tiba AC menjadi sangat dingin. Tetapi biasanya aku tidak merasakan apapun. Apakah ini karena genggaman tangannya? 


Kali ini genggamannya tidak hanya membuatku aman, ada rasa nyaman dalam genggaman yang ia berikan saat ini. The feeling for him starting to grow the moment he held my hands. 

Kamis, 24 Februari 2022

Holding Hands : Episode 2

(kindly play this song while reading)


Aku tidak pernah suka jelajah malam. Menurutku, ini adalah suatu aktivitas yang sia-sia. Apa yang hendak dicari dengan jalan-jalan malam di tengah hutan dengan penerangan yang minim? Kata orang-orang kegiatan ini banyak esensinya. Tapi menurutku kegiatan ini tak ubahnya seperti uji nyali.

Lagi-lagi aku tidak bisa menghindari kegiatan yang menurutku tidak penting ini. Kami berbaris, laki-laki di barisan sebelah kanan dan perempuan di bagian kiri. Kemudian kami diminta untuk berhitung. Satu .. dua.. tiga.. aku mendapat urutan ketujuh. Empat.. lima.. enam… tunggu, sepertinya aku mengenal suara itu. Ia juga mengucap angka tujuh. Jika tebakanku benar, kami akan dipasangkan untuk melakukan aktivitas ini. Tujuh. Angka yang selalu menjadi kesukaannya. Entah kebetulan darimana lagi, kami mendapat angka yang sama. Itu berarti kami akan menghabiskan satu jam kedepan berpasangan. 


Bersama dengannya di situasi seperti ini sebetulnya tidak buruk. Aku mengenalnya lebih dari tiga tahun, sehingga aku yakin aku tidak akan mati gaya. Kami bisa saja membicarakan apapun. Mulai dari makanan kesukaanku hingga klub bola favoritnya. 


Tiba giliran kami untuk berjalan. Aku yang penakut ini berusaha tidak menunjukkannya dengan mengajaknya berbicara. “Kriet…kriet…” sial, baru saja mulai, kakak-kakak senior sudah mengeluarkan siasatnya. Sekalipun aku tahu kalau ini hanya akal-akalan mereka, tetap saja aku tidak menyukainya. Aku pun menghentikan langkahku. Sepertinya ia menyadarinya. Ia ikut berhenti, tangannya menggenggam tanganku. Mendekatkan tubuhnya ke arahku. Kepalanya mengangguk padaku, seperti memberi tanda untuk kembali berjalan. Ia kembali mengajakku bicara, kali ini membicarakan ulah teman-teman kami selama perkemahan ini. Beruntung, suara kami menyamarkan debaran jantungku yang lagi-lagi berdebar karena genggaman tangan.


Dua kali. Selama tiga tahun ini jantungku berdebar karenanya. Genggaman tangan yang entah mengapa mampu membuatku merasa aman. Seolah menjagaku dan memastikan bahwa aku baik-baik saja. 

Kamis, 03 Februari 2022

Holding Hands : episode 1



Ia tiba-tiba menarik pergelangan tanganku, kemudian menggenggam telapak tanganku erat. Seolah hendak memastikan kalau kami berdua akan selamat sampai ke seberang jalan. Seharusnya ini merupakan suatu hal yang wajar. Gestur yang ditunjukkan seorang teman yang membantu temannya yang tidak bisa menyebrang jalan. Tapi entah mengapa seratus dua puluh detik yang biasanya berlangsung cepat seolah melambat.

Tanpa disadari detak jantungku meningkat, aku tidak mengetahui apakah disebabkan oleh genggaman tangannya atau rasa khawatir karena adanya kemungkinan adegan ini dilihat oleh ayah yang sedang menunggu di seberang jalan.  Satu hal yang bisa aku pastikan, sejak saat itu ada perasaan lain yang pelan-pelan berkembang untuknya.